About

Information

Minggu, 10 Februari 2013

Nasinal ( Korupsi ), Minggu 10 Februari 2013

Minggu, 10 Februari 2013 - 17:08:42 WIB
Kasus Indosat-IM2, Kejaksaan Dipertaruhkan
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Korupsi 


Komhukum (Jakarta) - Asosiasi Advokat Indonesia menilai kredibilitas Kejaksaan Agung dalam menangani dugaan korupsi penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3G oleh PT Indosat Tbk dan PT IM2, saat ini dipertaruhkan.

"Pasalnya Saat ini bukan saja Indosat dengan IM2 yang melakukan perjanjian kerjasama, banyak pelaku bisnis telekomunikasi lain yang juga melakukan kerjasama dengan skema yang sama dalam menyelenggarakan layanan telekomunikasi," kata Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Humphrey Djemat melalui siaran persnya yang diterima wartawan di Jakarta, Minggu (10/02).

Sebelumnya, Kejagung sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut yakni mantan Presdir IM2, Indar Atmanto yang saat ini perkaranya tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, dan Johnny Swandi Sjam, mantan Direktur Utama Indosat yang saat ini perkaranya masih di penyidikan Kejagung.

Belakangan Kejagung menetapkan PT. Indosat juga sebagai tersangka secara korporasi.

Menurut dia, diperkirakan ada lebih dari 200 perusahaan di Indonesia yang sejenis dengan IM2 yang melakukan kerjasama sebagai penyelenggara jasa akses internet dengan perusahaan penyelenggara jaringan seluler (Indosat).

Humphrey menjelaskan kasus Indosat dan IM2 muncul atas adanya laporan dari LSM yang mempersoalkan IM2 sebagai penyedia jasa jaringan akses internet yang menggunakan jaringan seluler milik Indosat. IM2 sebagai penyedia jasa akses internet telah disalahpahami sebagai penyelenggara jaringan seluler.

Dalam kasus itu, IM2 dianggap wajib membayar biaya hak penggunaan (BHP) pita frekuensi sebesar yang telah dibayarkan oleh pemilik jaringan yaitu Indosat. Karena anggapan ini kemudian muncullah sangkaan adanya kerugian negara sebesar Rp. 1.3 Triliun. 

"Dan sangkaan wajib bayar ini oleh pihak Kejaksaan dianggap sebagai tindak pidana korupsi," katanya.

Kementerian Komunikasi dan Informasi selaku regulator industri telekomunikasi juga tidak sependapat dengan pihak Kejaksaan, maka kasus ini berkembang menjadi seolah perang terbuka antara pihak Kejaksaan dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. 

"Persoalan ini bertambah rumit ketika BPKP menerbitkan hasil perhitungan dugaan kerugian negara sesuai permintaan pihak Kejaksaan," katanya.

Menurut Humphrey, tampaknya di balik kasus Indosat dan IM2 terdapat berbagai permasalahan hukum yang perlu untuk diantisipasi oleh semua pihak untuk dapat menghindari adanya ketidakpastian hukum.

Dijelaskannya, bahwa IM2 tidak membangun jaringan seluler (BTS), sehingga tidak bisa dikatakan telah menggunakan frekuensi tersendiri. Dalam kerjasama dengan Indosat, posisi IM2 adalah selaku penyewa dari jaringan bergerak seluler Indosat (melalui BTS milik Indosat). Hal ini dapat dibuktikan dengan simcard yang digunakan untuk mengakses internet IM2 diterbitkan oleh Indosat.

Untuk itu yang berkewajiban untuk membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) pita frekuensi adalah Indosat sebagai Pemilik BTS, sementara IM2 sebagai penyewa hanya berkewajiban membayar sewa kepada Indosat. Dan BHP tersebut telah dibayarkan oleh Indosat kepada negara sebesar Rp. 1,3 triliun.

"Sehingga dalam hal ini pelanggaran terhadap Undang-undang Telekomunikasi tidak ada," katanya.

Ia menyebutkan peraturan yang tepat dipergunakan dalam permasalahan ini adalah undang-undang No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Namun kejaksaan ternyata mempergunakan UU Tindak Pidana Korupsi untuk mengusut kasus Indosat dan IM2 ini, padahal apabila ada pelanggaran pun yang berlaku adalah ketentuan dalam UU Telekomunikasi.

Baik Kejaksaan Agung maupun Mahkamah Agung telah menyatakan secara tegas bahwa UU Tindak Pidana Korupsi tidak bersifat multiguna (multi purpose), artinya apabila telah diatur maka berlaku ketentuan khusus seperti UU Telekomunikasi. 

Oleh karena, katanya, itu pihak Kejaksaan tidak berwenang untuk melakukan penyidikan perkara Indosat dan IM2 karena perkara tersebut merupakan ranah tindak pidana umum. 

"Akibatnya perkara tersebut di atas yang telah diajukan di Pengadilan Tipikor seyogyanya harus ditolak," katanya.

Mengingat adanya perbedaan penafsiran antar lembaga negara terhadap kasus Indosat dan IM2 yaitu pihak Kejaksaan dan Kemenkominfo, maka sebaiknya diajukan persoalannya kepada Mahkamah Konstitusi agar dapat memberikan kepastian hukum atas instansi mana yang berwenang untuk melakukan penyidikan dalam kasus ini.

"Selain itu dapat diajukan permohonan perlindungan hukum kepada DPR dalam hal ini Komisi III DPR RI agar dapat membentuk panitia kerja," katanya. (K-2/yan)

0 komentar:

Posting Komentar