About

Information

Kamis, 14 Februari 2013

Nasional ( Korupsi ), Kamis 14 Februari 2013

Kamis, 14 Februari 2013 - 13:54:20 WIB
Pakar Pidana: Pernyataan Adnan Konyol Dan Menyesatkan
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Korupsi 


Komhukum (Jakarta) - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah, Khairul Huda mengatakan pernyataan salah seorang pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja yang mengatakan bahwa KPK hanya dapat memastikan Anas Urbaningrum terjerat kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi sebuah mobil mewah jenis Toyota Harrier, yang menurutnya tidak bisa ditindaklanjuti KPK karena nilainya dibawah Rp. 1 miliar adalah pernyataan yang menyesatkan. 

Adnan Pandu Praja yang melontarkan pernyataan itu, menurutnya, bisa sengaja membuat pernyataan itu untuk membiaskan kasus. Tetapi bisa juga Adnan dinilai tidak memahami aturan perundangan terutama UU Tipikor yang menjadi dasar panduan KPK untuk pemberantasan korupsi.

“Ini jelas pernyataan keliru yang bisa saja sengaja dilontarkan untuk lari dari tanggung jawab dan membiaskan persoalan atau bisa juga karena ketidakpahaman Adnan terhadap aturan perundangan UU Tipikor yang menjadi landasan bagi KPK untuk menjerat para pelaku korupsi. Saya sesalkan apapun alasannya pernyataan ini keluar dari mulut pimpinan KPK,” ujar Khaiurul Huda ketika dihubungi waratawan, Kamis (14/02).

Dirinya pun menjelaskan bahwa pasal 2 UU Tipior memang menjelaskan bahwa KPK  hanya mengurus korupsi yang nilainya di atas Rp. 1 miliar. Tapi nilai Rp. 1 miliar itu jika kaitannya merugikan keuangan negara. 

Sementara untuk kasus suap dan gratifikasi, lanjutnya, maka berapapun nilainya menjadi ranah KPK. Selama ini menurut Khairul, setiap pejabat negara harus melaporkan gratifikasi yang nilainya di atas Rp. 1 juta.

”Ya, kalau suap menjadi ranah KPK berapapun nilainya, yang satu miliar itu kalau berkaitan langsung dengan kerugian keuangan negara. Seharusnya gratifikasi terhadap Anas itu sudah bisa dijadikan dasar untuk menjadikan Anas sebagai tersangka setelah gelar perkara," tandasnya.

Dikatakannya, kalau suap dan gratifikasi yang harus Rp. 1 miliar, terus untuk apa para pejabat repot-repot melaporkan gratifikasi misalnya dalam resepsi pernikahan anak mereka? "Kalau seperti ini maka berapapun suapnya bisa dipecah saja semuanya di bawah satu miliar meski kalau digabung nilainya bisa jauh lebih banyak dari Rp. 1 miliar,” ujar Khairul menjelaskan.

Dalam kasus yang melibatkan Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum ini, kata Khairul, KPK kembali mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dibuatnya dengan melanggar standar operating procedure (SOP) yang mereka buat sendiri. Dengan pelanggaran SOP ini maka semuanya pun menjadi simpang siur dan tidak jelas sendiri untuk KPK.

”Seharusnya kan Sprindik itu memang dikeluarkan setelah ada gelar perkara. Tapi dalam kasus ini KPK berusaha melanggar aturan yang dibuatnya sendiri yang bisa dilihat dari Sprindik yang bocor itu. Ini kembali mengulangi kasus serupa seperti kasus Bank Century yang langsung menetapkan tersangka sebelum ada gelar perkara,” imbuhnya.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja mengakui ikut memberikan paraf dan memberikan persetujuan untuk menjadikan Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum menjadi tersangka dalam kasus Hambalang. Tapi Adnan kemudian membatalkan hal itu karena menurutnya nilai gratifikasi itu di bawah Rp. 1 miliar.

"Untuk kasus Harrier sudah memenuhi unsur, tapi nilainya di bawah Rp. 1 miliar,‘ ujar Adnan. 

Sementara berdasarkan Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), KPK menangani tindak pidana korupsi minimal Rp. 1 miliar. Karenanya, Adnan menilai, penanganan kasus tersebut tidak berada di KPK. "Levelnya bukan KPK," katanya. (K-2/Bharata)

0 komentar:

Posting Komentar