About

Information

Kamis, 14 Februari 2013

Nasional ( Korupsi ), Kamis 14 Februari 2013

Kamis, 14 Februari 2013 - 15:39:49 WIB
Misteri Sprindik KPK Berlogo Garuda
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Korupsi 


Komhukum (Jakarta) - Menghadapi berbagai isu yang meluas di publik mengenai keabsahan dari  lembar kertas seolah Sprindik ini, KPK langsung membentuk Tim Khusus internal untuk mengkaji keabsahan gambar surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus gratifikasi.

Sejalan dengan proses yang sedang dilakukan oleh Tim ini, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengakui bahwa  lembar kertas seolah Sprindik yang beredar luas di masyarakat saat ini, sama persis dengan dokumen yang ada di KPK. Akan tetapi, Wakil Ketua KPK itu belum mengetahui secara pasti, dan tengah melakukan penelusuran, apakah lembar kertas seolah Sprindik yang beredar tersebut dokumen milik KPK atau bukan.

Dikatakannya bahwa dalam draft lembar kertas seolah Sprindik atas nama Anas Urbaningrum, dirinya sebelumnya juga ikut menandatangani. Namun Pandu mengaku bahwa dirinya mencabut tandatangan di lembar kertas seolah  Sprindik tersebut.

"Saya belum tahu pasti, itu asli milik KPK atau palsu yang beredar di luar, sebab kalau yang asli masih ada di KPK," ujarnya di gedung KPK, Rabu (13/02).

Menanggapi keabsahan dari sprindik ini, Mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI periode 2004-2006, Akil Mochtar, menilai bocornya lembar kertas seolah sprindik atas nama Anas Urbaningrum merupakan preseden buruk kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hal ini diperkuat lagi dengan pernyataan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja mengungkap lembar kertas seolah sprindik Anas adalah asli.

"Bocornya sprindik sengaja atau tidak harus ada sanksi. KPK harus represif biar tegas," kata Akil di Gedung Mahkamah Konstitusi.

Juru Bicara MK itu menganalogikan lembar kertas seolah sprindik Anas sama saja dengan grasi sehingga KPK tidak dapat menarik sprindik Anas kembali. Menurutnya, sprindik Anas tetap harus sesuai dengan motif dan tujuannya semula, yakni Anas sebagai tersangka.

"Kalau menurut protap memang sprindik Anas, berarti sudah diatur pada aturan KPK," terangnya.

Ia menegaskan, bocornya lembar kertas seolah sprindik yang disebut asli tersebut menegaskan Anas sudah tersangka. Pasalnya, dalam dokumen tersebut, Anas diketahui menerima gratifikasi mobil Harrier. Gratifikasi di atas Rp. 10 juta, terang Akil, bagaimanapun juga membuktikan bahwa Anas terlibat dalam kasus korupsi.


"Gratifikasi itu termasuk korupsi dan KPK dapat mengembangkan lagi keterlibatan Anas lebih luas. Soalnya kasus Hambalang ini butuh penyelidikan yang lebih mendalam," pungkasnya.

Sedangkan menurut Pengamat Politik Alfons Loemau, M.Si, M.Bus guratan pemberitaan media seputar peredaran lembar kertas seolah Sprindik yang validitas keabsahan masih dipertanyakan ini menimbulkan berbagai tanda tanya atas substansi persoalan yang harus diselesaikan sehingga publik tidak diarahkan pada polemik yang mengambang.

Berbagai pertanyaan seputar pergunjingan ini harus menjadi acuan untuk dikaji secara objektif oleh semua elemen masyarakat terutama pengambil kebijakan negara agar tidak membawa pada situasi yang absurd dari substansi persoalan sebenarnya.

Pertama, apakah lembar kertas seolah sprindik Anas ini termasuk kategori surat rahasia negara sehingga tidak boleh dibocorkan.

Hal ini penting agar publik tidak diantar untuk fokus pada proses pembuktian tentang keabsahan dokumen lembar surat tersebut  dengan mengabaikan substansi. "Mengapa yang dijadikan permasalahan adalah mengenai pembocoran surat tersebut. Bukan pada substansi yang tercantum dalam surat itu,"tegas Alfons kepada Komhukum.com, Kamis (14/02).

“Kedua, mengenai penjelasan bahwa Anas yang belum diperiksa sehingga belum dapat dijadikan tersangka harus dikaji  kembali secara hukum, sebab yang dimaksud sebagai tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) KUHAP, adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana," tegasnya. Yang dimaksud dengan bukti permulaan yaitu, setidaknya terdiri dari dua alat bukti, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.

Sedangkan yang dimaksud sebagai pelaku menurut Pasal 55 ayat (1) dan (2) KUHP sebagai pelaku dari suatu perbuatan adalah barang siapa yang melakukan, menyuruh melakukan, atau ikut melakukan perbuatan itu. Selanjutnya yang juga masuk kategori pelaku juga barang siapa dengan pemberian janji, penyalahgunaan kekuasaan  atau kepandangan, kekerasan, ancaman atau kebohongan atau dengan memberikan kesempatan, sarana atau keterangan, dengan sengaja telah menggerakkan orang lain untuk melakukan perbuatan itu.  Dalam hal yang dikategorikan sebagai pembantu dari pelaku dalam suatu kejahatan sebagaimana maksud Pasal 56 ayat (1) dan (2) adalah barang siapa dengan sengaja memberikan bantuan pada waktu suatu kejahatan itu dilakukan, dan barang siapa dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana atau keterangan untuk dilakukannya suatu kejahatan.

Dengan demikian substansi yang dipersoalkan adalah sejauh mana hasil penyelidikan terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan  Proyek Hambalang telah dapat menggambarkan anatomi dari perbuatan pidana yang terjadi, alat bukti apa yang saling berkaitan dengan tindak pidana tersebut, serta berbagai pihak yang terkait baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka, dan ini adalah merupakan kinerja KPK yang harus diketahui oleh masyarakat.

Oleh karena itu, tidak seharusnya masyarakat dibawa berputar-putar dalam kondisi yang membingungkan dalam prosedural internal aktivitas KPK.  

Diharapkan dengan berbagai penjelasan yang berdasar hukum sehingga masyarakat dapat mengerti dan menerima sesuai logika yang mereka pahami  termasuk tindakan Adnan Praja dan pernyataan Johan Budi Terkait lembar kertas seolah Sprindik bagi Ketua Umum Partai Jawara pada Pemilu 2009 ini.

Terhadap Adnan Pandu Praja yang telah menandatangani lembar kertas seolah Sprindik tapi menariknya kembali dengan alasan Anas itu masih terperiksa dan belum ditetapkan sebagai tersangka harus dijelaskan sedetail mungkin. "Apa latar belakang dan alasannya? Apakah itu melanggar? Ini yang dinanti publik," tegasnya.

Kesimpangsiuran ini juga bisa menjawapi pernyataan Juru Bicara KPK Johan Budi Bahwa penetapan tersangka harus ditandatangani 5 orang komisioner. "Di mana ada aturan tersebut? lantas apabila tidak ditandatangani oleh 5 orang, maka seseorang tidak dapat ditetapkan jadi tersangka walaupun alat bukti sudah cukup?," pungkasnya. (K-5/el)

0 komentar:

Posting Komentar