About

Information

Selasa, 19 Februari 2013

Nasional ( Politik ), Selasa 19 Februari 2013

Selasa, 19 Februari 2013 - 13:24:20 WIB
Nilai Sidang PTTUN Lawakan, SRI Tinggalkan Ruang Sidang
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Politik 


Komhukum (Jakarta) - Kuasa Hukum Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) menilai persidangan yang menghadirkan saksi dari KPUD merupakan pelanggaran hukum. Bila hal itu dipaksakan, maka Persidangan sengketa Pemilu sudah mirip dengan dagelan atau lawakan.

Kuasa Hukum Partai SRI Horas Naiborhu mengatakan, hakim yang menjadi majelis sidang telah melanggar pasal 5 ayat (1) UU Pemilu No. 15/2011 tentang penyelenggara pemilu yang mengatur saksi tidak boleh bersaksi untuk perkaranya sendiri, karena hubungannya bersifat hirarki antara KPU Daerah dengan KPU Pusat.

"Hakim tidak konsisten dan salah membuat argumen, persidangan seperti dagelan atau lawakan saja," kata  Horas Naiborhu sambil berlalu dengan kecewa dan meninggalkan Gedung Mahkamah Agung (MA) yang jadi pusat pengadilan sengketa pengadilan oleh PTTUN, di Jl A. Yani, Jakarta, Selasa (19/02).

Bahkan Horas mengancam akan melaporkan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh hakim ke Komisi Yudisial (KY) dalam waktu dekat. Hakim yang akan dilaporkan itu antara lain Santer Sitorus, Arif Nurdu'a, Didik Andy Prastowo, Endah Kusumaastuti, dan Nuraeni Manurung.

Sementara itu, Ketua Umum Partai SRI Damianus Taufan menyatakan hakim dalam persidangan di PTTUN itu salah menafsirkan UU Pemilu. Sebab, secara sepihak memaksakan saksi dari KPU Daerah untuk dijadikan saksi di persidangan.

"Hakim PTTUN salah menafsirkan UU Pemilu tentang saksi. Kan sudah jelas, bahwa KPUD dan KPU Pusat itu satu kesatuan yang tidak boleh jadi saksi atas perkaranya," tegasnya.

Seperti diketahui Partai SRI memutuskan meninggalkan ruang sidang, karena Majelis Hakim menerima KPUD-KPUD sebagai saksi. Padahal menurut Pasal 5 ayat (1) UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota bersifat hirarkis.

Artinya, KPUD-KPUD adalah satu kesatuan dengan KPU, di mana kedudukannya adalah sebagai tergugat. Oleh karena itu, sesuai asas nemo testis indoneus in propria causa yang berarti bahwa tidak seorang pun boleh menjadi saksi untuk perkaranya sendiri.

Padahal sebelumnya, Majelis Hakim  menerima keberatan penggugat untuk tidak menerima KPUD-KPUD sebagai saksi. Namun, setelah sidang diskorsing selama 10 menit dan Majelis Hakim bermusyawarah di ruang lain, Majelis Hakim kemudian merubah sikapnya dan menerima KPUD-KPUD sebagai saksi.

Melihat gelagat tersebut, Partai SRI menyampaikan kepada Majelis supaya menegakkan wibawa persidangan dengan menghargai UU, asas-asas hukum, dengan apa yang sebelumnya sudah diputuskan oleh Majelis.

Namun, Majelis tetap bersikukuh sehinga Partai SRI dengan hormat mengemukakan kepada Majelis untuk menggunakan haknya meninggalkan ruang sidang.

Selanjutnya, Partai SRI akan  mempertimbangkan pengajuan laporan kepada Komisi Yudisial tentang dugaan pelanggaran Kode Etik Hakim. Namun setelah pemeriksaan KPUD-KPUD selesai, Partai SRI masuk lagi ke ruang sidang untuk melanjutkan agenda sidang berikutnya. (K-2/Roy)

0 komentar:

Posting Komentar