Senin, 01 April 2013 - 17:40:32 WIB
Politik Dinasti Melahirkan Ekses Praktik Korupsi
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Politik
"Pada politik dinasti, figur pemimpin baik kepala daerah maupun pejabat publik lainnya, muncul dari keluarga yang telah mapan di politik dan bukan lahir dari perjuangannya," kata Ahmad Farhan Hamid pada diskusi "Dialog Pilar Negara: Politik Dinasti dalam Pemilu" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (1/04).
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Ahmad Yani serta Pengamat politik dari Indonesian Institute Hanta Yudha AR.
Menurut Farhan Hamid, dalam demokrasi menerapkan transparansi dan persamaan hak pada setiap warga negara Indonesia.
Persamaan hak ini, menurut dia, sering dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kemapanan di politik maupun kekuatan uang untuk melakukan manipulasi psikologi masyarakat.
"Hal ini yang mendorong munculnya politik dinasti," kata Farhan.
Ia menjelaskan, dalam negara yang menerapkan demokrasi, seorang pemimpin seharusnya muncul karena memiliki kemampuan, populer, dan rekam jejak yang baik sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Namun dalam politik dinasti di Indonesia, menurut dia, kepala daerah atau pejabat publik lainnya, ada yang muncul karena popularitas keluarganya seperti suami, kakak, atau orang tua, serta kekuatan uang, bukan karena kemampuan dan popularitas dirinya.
"Ada kepala daerah setelah selesai masa jabatannya kemudian menampilkan istri, adik, atau anaknya menjadi kepala daerah," katanya.
Adanya praktik politik dinasti yang didorong oleh keluarga dan kekuatan uang sering menimbulkan ekses praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Menurut dia, berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri, paling tidak ada sekitar 57 kepala daerah yang menerapkan politik dinasti. "Menurut saya lebih dari 57 kepala daerah," katanya.
Pengamat politik dari Indonesia Institute, Hanta Yuda AR, munculnya politik dinasti bermula dari partai politik yang merupakan lembaga yang merekrut para calon politisi.
Jika partai politik merekrut calon yang kurang berkualitas, menurut dia, maka akan menghasilkan calon memimpin yang kurang berkualitas.
Untuk memperbaiki kondisi ini, Hanta Yudha mengusulkan, dengan memperbaiki total partai politik mulai dari proses rekrutmen anggota, kaderisasi, hingga mengusung calon pemimpin. (K-5/el)
0 komentar:
Posting Komentar