Selasa, 02 April 2013 - 13:27:38 WIB
Status Menikah 2 Siswa SMAN Tangerang Terancam Tak Ikut UN
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Umum
Siswa bernama Sudirman (18) mengaku dirinya dikeluarkan juga dilarang mengikuti UN karena dinilai telah melanggar peraturan sekolah yang melarang siswanya menikah selama dalam masa pendidikan.
"Saya sudah menikah secara siri, karena sebelumnya saya telah menghamilinya, saya mengaku salah. Namun kenapa saya harus dikeluarkan dan tidak boleh mengikuti ujian?" ujar Sudirman saat konferensi pers di kantor Komnas PA, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (2/04).
Sudirman yang merasa mendapatkan perlakuan tak adil menilai pihak sekolah telah tebang pilih terhadapnya.
Ia menuturkan bahwa selain dirinya status menikah juga disandang oleh seorang murid lain di sekolahnya. Namun pihak sekolah tidak mengeluarkan murid tersebut dengan alasan tidak mengetahui tentang pernikahannya itu.
"Bukan hanya saya, di sekolah itu ada yang sudah terbukti punya anak dan istri, tapi dia tidak dikeluarkan hanya karena dia punya saudara guru di situ, sekolah beralasan tidak tahu tentang pernikahannya itu," ungkapnya.
Warga Kampung Pekong, Desa Saga Kecamatan Balaraja, Tangerang itu menjelaskan sebelumnya dirinya sempat mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) yang digelar pada awal bulan Maret. Namun baru dua hari ia mengikuti ujian tersebut, secara sepihak dan tiba-tiba pihak sekolah mengirimkan surat kepada orangtuanya yang menyatakan Sudirman telah dikeluarkan.
"Saya sudah ikut UAS dua hari, sudah bayar uang SPP Rp. 500 ribu, mereka menerima pembayaran SPP saya, tapi tiba-tiba saya dikeluarkan dan tidak boleh ikut ujian lagi, uang SPP saya kemudian dikembalikan," paparnya.
Selain dirinya sang istri Eva (17) yang merupakan siswi SMAN 19 Tangerang juga bernasib sama yakni dikeluarkan dari sekolah.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengecam keras tindakan sepihak yang dilakukan pihak sekolah dengan melarang Sudirman mengikuti UN. Menurutnya pihak sekolah seharusnya tidak memutuskan hak seseorang untuk mendapatkan pendidikan sekalipun ia telah melanggar peraturan.
"Tata tertib itu yang melanggar Undang-undang sendiri, mestinya tidak ada yang boleh menghentikan hak anak untuk mendapat pendidikan. Mereka boleh memberi sanksi seperti skor atau sangsi lain, namun mereka tidak punya hak memutuskan seseorang untuk mendapatkan pendidikan, itu hak setiap anak. Kami menolak apapun alasannya, anak yang terlibat tindak pidanan pun tidak akan hilang hak pendidikannya," tegas Arist. (K-2/Shilma)
0 komentar:
Posting Komentar