Jumat, 31 Mei 2013 - 13:25:29 WIB
Jimly: Jika Pelaku Narkoba Divonis Mati, Segera Eksekusi
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Kriminal
Di antaranya Indonesia dan 39 negara lainnya tetap mempertahankan hukuman mati.
Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua MK mengatakan bahwa isu hukuman mati yang selalu menjadi pro dan kontra tidak perlu diperdebatkan lagi, karena yang terpenting hukuman itu diimplementasikan dan dijalankan eksekusinya.
"Komitmen politik hukum Indonesia sudah jelas menentang penghapusan hukuman mati. Pada tanggal 30 Desember 2007 silam, majelis hakim MK menolak permohonan judicial review dari 5 terpidana mati untuk menguji secara materiil UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika yang dianggap melanggar pasal-pasal 28A, 28i ayat (1), dan ayat (4) UUD 1945," ujarnya, Jumat (31/05).
Jimly mengatakan bahwa hal ini jelas mengilustrasikan bagaimana sikap negeri ini untuk menolak penghapusan hukuman mati.
"Pertimbangannya jelas, bahwa kejahatan narkoba sangat masif, dan mengancam kelangsungan generasi yang akan datang," lanjutnya.
Namun dirinya masih menyayangkan terkait permasalahan lambannya eksekusi mati pada terpidana mati.
Dalam konteks kejahatan narkoba, eksekusi bagi pelaku kejahatan berat harus segera dilakukan. Menurutnya, eksekusi hukuman mati yang tidak kunjung dilakukan merupakan salah satu pelanggaran hukum tersendiri.
“Jika sudah diputus pidana mati segera eksekusi, dan jangan diberi ruang kepada orang yang terpidana mati untuk berinovasi,” ujar Jimly di sela-sela diskusi.
Karena masalah hukuman mati ini masih diperdebatkan, Muladi, salah seorang tim penyusunan RUU KUHP membocorkan sedikit konsep ke depan tentang hukuman mati bersyarat (conditional capital punishment).
Hal ini merupakan salah satu jalan untuk mempertemukan titik kesepahaman antara penganut hukuman mati (retensionis) dengan penolak hukuman mati (abolisionis).
Dalam salah satu pasal RUU yaitu pasal 89 RUU KUHP dijelaskan bahwa hukuman mati dapat ditunda dengan masa percobaan 10 tahun, dengan alasan reaksi masyarakat terhadap terpidana tidak terlalu besar; terpidana menunjukkan penyesalan; kedudukan terpidana dalam kejahatannya tidak terlalu penting.
Menurut Jimly, konsep hukum seperti itu berada di tengah-tengah garis pro dan kontra. Hal ini bisa disebut sikap di tengah-tengah.
Menurut Jimly, sikap seperti ini sebaiknya dihindari karena putusan MK tentang hukuman mati sudah bulat, sehingga dalam konteks hukum positif, hukum pidana mati ini harus dijalankan.
“Jangan ada sikap in between kepastian harus adil, keadilan harus pasti. Saran saya, kita harus memilih sikap, artinya ada ketegasan sikap, apakah harus dihapus atau tidak. Jangan malu-malu kucing, aturan yang in between harus diminimalisir,” pungkas Jimly. (K-2/Shilma)
0 komentar:
Posting Komentar