Minggu, 27 Januari 2013 - 15:29:50 WIB
AEPI: Pemerintah Zalimi Petani Tembakau
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Bisnis
“Saatnya para petani tembakau bersatu untuk melakukan perlawanan dengan kekuatan penuh terhadap UU kesehatan, PP 109 dan tiga peraturan menteri kesehatan (Permenkes) yang akan dikeluarkan Pemerintah,” tegas peneliti AEPI Salamuddin Daeng di Jakarta, Sabtu (26/01).
Diberitakan sebelumnya, bahwa Kementerian Kesehatan telah menyiapkan tiga peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagai peraturan lanjutan dari PP No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Ketiga Permenkes yang disiapkan meliputi, 'picture health warning' atau peringatan gambar. Permenkes tentang bahan tambahan pada rokok dan Permenkes tentang produk.
Menurut Daeng, terdapat tiga hal yang akan memukul kehidupan petani tembakau dan industri nasional terkait dengan Permenkes tersebut. Pertama, adalah kebijakan diversifikasi paksa melalui pengalihan tanaman tembakau ke tanaman lain. “Kebijakan ini tentu sangat merugikan petani dikarenakan impor tembakau yang semakin besar mencapai 120 ribu ton dengan bea masuk 0 persen (peraturan Menteri Keuangan) sebagai komitmen pelaksanaan Free Trade Agreement (FTA),” paparnya.
Poin kedua, lanjut Daeng, penetapan peraturan yang ketat tentang bahan tambahan, khususnya cengkeh yang mengarah pada penghilangan segala bahan tambahan yang ada dalam rokok nasional. Menurutnya, kebijakan ini adalah upaya pemusanahan kretek (yaitu rokok dengan tambahan cengkeh), untuk menyeragamkan menjadi rokok putih (tanpa bahan tambahan).
“Kebijakan ini merupakan agenda perusahaan multinasional seperti Phillip Morris, dan BAT untuk menguasai pasar Indonesia. Kedua perusahaan ini memiliki rantai suplai di ratusan negara di dunia,” jelasnya.
Dan poin ketiga, pengetatan dalam seluruh standar produksi dan perdagangan tembakau yang ketat yang mengarah pada pemusnahan industri nasional khususnya industri kecil menengah. Padahal selama ini perusahaan nasional yang paling banyak menyerap tembakau lokal. Sementara tembakau impor 80% digunakan oleh perusahaan asing.
“Peraturan ini akan semakin mendorong jatuhnya harga tembakau rakyat,” ungkapnya.
Oleh karena itu saatnya petani dan buruh tembakau bersatu untuk menghentikan pengkhianatan pemerintahan SBY. “Kebijakan SBY akan memuluskan dominasi modal asing,” tukasnya. (K-2/yan)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Minggu, 27 Januari 2013 - 06:34:16 WIB
Redenominasi Dinilai Tidak Substansif
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Bisnis
Komhukum (Yogyakarta) - Redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang hanya sebuah ilusi yang dilakukan oleh moneter perbankan tanpa ada substansinya sama sekali, kata pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ahmad Ma`ruf.
"Kebijakan redenominasi yang dibuat oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tersebut hanya kegiatan yang bersifat `lips service`. Jadi, bukan kebijakan substantif," katanya di Yogyakarta, Sabtu (26/1).
Menurut dia, redenominasi lebih pada atribut saja agar kelihatan gagah seperti di negara-negara lain. Kebijakan itu sebenarnya menutupi kelemahan yang menjadi tanggung jawab BI.
"Untuk menutupi kelemahan itu BI mengeluarkan kebijakakan yang seolah-olah bagus. Padahal tidak ada substansinya sama sekali," kata dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Jadi, kata dia, subtansinya tidak ada. Masyarakat mungkin akan merasa senang dengan kebijakan itu karena melihat uang yang awalnya Rp. 10.000 menjadi Rp. 10.
"Masyarakat akan menjadi bangga karena seperti negara-negara lain tetapi kebanggaan itu hanya kebanggaan semu. Kami baru bisa bangga kalau nilai tukar rupiah kita itu sudah bagus, tetapi sekarang masih belum bagus," katanya.
Jadi, menurut dia, masyarakat harus cerdas dalam mengkritisi hal itu. Selain itu BI juga harus lebih fokus pada masalah bangsa yang dihadapi saat ini.
"BI lebih baik fokus pada pengendalian inflasi dan perbaikan nilai tukar rupiah. Fokus pada mengelola sistem moneter perbankan atau kejahatan yang menggunakan instrumen perbankan, dan hal itu yang seharusnya menjadi fokus BI," katanya.
Ia mengatakan masalah bangsa sekarang antara lain ketimpangan pembangunan, nilai tukar rupiah, dan inflasi yang masih di atas lima persen. Negara harus fokus pada pendapatan "real income".
"Hal itu penting karena yang dibutuhkan masyarakat adalah kemampuan memproduksi, bukan kemampuan membeli seperti yang terjadi saat ini. Ketidakberdayaan itu yang seharusnya menjadi fokus negara untuk diperbaiki," katanya. (K-4/EIO)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Minggu, 27 Januari 2013 - 06:33:38 WIB
Petani Kakao Aceh Merugi Akibat Hama
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Bisnis
Komhukum (Banda Aceh) - Petani kakao di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh mengaku merugi pada musim panen awal tahun 2013, karena sebagian tanaman diserang hama dan jamur.
"Serangan hama dan jamur pada tanaman dan buah kakao mengakibatkan ribuan hektare lahan milik petani ada yang gagal panen," kata Ketua kelompok tani Mon Dara Baroe Padang Tijie, Kabupaten Pidie, M Nasir dihubungi dari Banda Aceh, Sabtu (26/1).
Dijelaskannya, kerugian petani tersebut akibat serangan hama dan jamur yang berdampak terhadap penurunan produksi hasil perkebunan milik petani di daerah salah satu sentra komoditas kakao di Aceh.
Ia mengatakan selama musim penghujan banyak tanaman dan buah kakao petani diserang penyakit busuk buah yang disebabkan jamur Phytophthora Palmivora. Kemudian penyakit yang menyerang tanaman petani kakao yakni penggerek buah kakao atau PBK dan kepik penghisap buah (helopeltis).
"Hama dan penyakit ini sangat rentan terjadi pada musim lembab sehingga butuh perawatan ekstra guna mengantisipasi serangan hama dan jamur tersebut," katanya.
Karena itu, ia menyatakan, pihaknya berharap adanya perhatian pemerintah dalam upaya pendampingan yang lebih optimal kepada petani terutama saat musim lembab yang memungkinkan serangan hama lebih tinggi.
Ia menambahkan penurunan produksi di setiap penghasil biji kakao kering itu hampir sekitar 50 persen dibanding panen sebelum diserang hama. "Rata-rata produksi kakao milik petani saat ini mencapai sekitar satu ton/hektare," katanya.
Pihaknya optimistis dengan adanya pendampingan yang memadai dari pemerintah maka upaya meningkatkan produksi dan kesejateraan petani dapat terwujud di masa mendatang.
Nasir juga menyarankan kepada seluruh petani agar dapat melakukan pemangkasan berat, sanitasi kebun dan melakukan pengasapan sore hari dalam mengatasi hama pada tanaman dan buah kakao.
"Kami juga berharap kepada seluruh petani juga dapat merawat dengan baik pada musim penghujan sebab tanaman dan buah kakao paling rentan diserang hama dan jamur," kata Nasir.
Provinsi Aceh memiliki lahan kakao produktif sekitar 70 ribu hektare yang tersebar di delapan kabupaten sentra kakao di antaranya Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur dan Aceh Tenggara. (K-4/EIO)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Minggu, 27 Januari 2013 - 06:32:47 WIB
Hingga 2015, 20 Ribu Rumah Akan Dibedah
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Bisnis
Komhukum (Jambi) - Sebanyak 20 ribuan rumah warga kurang mampu di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jambi akan direhabilitasi (dibedah) hingga tahun 2015.
"Kami sudah mendata rumah masyarakat, di awal jadi saya jadi gubernur ada sekitar 30 ribuan rumah yang tak layak huni. Kini tinggal 20 ribuan yang harus diselesaikan hingga 2015," kata Gubernur Jambi Hasan Basri Agus di Jambi, Sabtu (26/1).
Namun demikian, Gubernur memastikan jumlah rumah tak layak huni se-Provinsi Jambi yang mencapai puluhan ribu itu akan diselesaikan dalam lima tahun kepemimpinannya bersama wakilnya Fachrori Umar.
Program lima tahun ini memang program utamanya adalah pengentasan masyarakat miskin dari sisi bedah rumah. Ia mengatakan, beberapa tahun belakangan, dana untuk bedah rumah memang disalurkan melalui bupati dan walikota se-Provinsi Jambi.
Selain itu, Hasan Basri Agus juga mengakui program bedah rumah belum terlaksana dengan baik, masih ada beberapa rumah yang mestinya dibedah, belum tertangani. "Masih ada 1-2 rumah yang tertinggal, tapi tetap akan kita selesaikan," ujarnya.
Gubernur mengatakan, rumah yang nantinya sudah direhabilitasi juga akan diberikan sertifikat gratis sesuai dengan luas tanah yang dimiliki.
Jika tanah tempat rumah itu dibangun ternyata bukan milik yang punya rumah, sertifikat akan tetap diberikan, namun atas seizin pemilik tanah agar tidak menimbulkan permasalahan. (K-4/EIO)
0 komentar:
Posting Komentar