About

Information

Kamis, 14 Februari 2013

Nasional ( Umum ), Kamis 14 Februari 2013

Kamis, 14 Februari 2013 - 01:40:36 WIB
Serikat Pekerja Pertamina Siap Mogok Nasional
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Umum 


Komhukum (Cilacap) - Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijaya Kusuma (SPP PWK) Pertamina Refinery Unit IV Cilacap menyatakan siap ikut serta dalam aksi mogok nasional yang bakal digelar Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).

"Kami siap ikut dalam aksi mogok nasional jika pemerintah tetap memperpanjang kontrak Blok Mahakam dengan Total P&E dan Inpex Corporation. Mengenai kapan mogok nasional ini digelar, kami menunggu komando dari Presiden FSPPB," kata Ketua Umum SPP PWK Arie Gumilar saat menggelar konferensi pers di Cilacap, Rabu malam (13/2).

Menurut dia, ancaman mogok nasional itu muncul setelah adanya kecenderungan pemerintah yang belum memutuskan pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola minyak dan gas bumi.

Dalam hal ini, kata dia, pernyataan pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Rubi Rudiandini yang meremehkan kemampuan anak bangsa, khususnya Pertamina sangat mencederai nurani rakyat.

"Jero Wacik juga melakukan tekanan terhadap Pertamina dengan mengatakan bahwa Pertamina tidak mampu dan akan bangkrut kalau mengelola Blok Mahakam. Ini adalah sebuah pernyataan dari seorang Menteri ESDM yang menciutkan niat BUMN yang sejatinya mampu mengelola aset dan menjadi operator blok tersebut," katanya.

Selain itu, kata dia, pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus Migas juga telah melakukan kebohongan publik dengan cara memanipulasi angka jumlah cadangan di Blok Mahakam tinggal 2 triliun kaki kubik (TCF). Sementara itu, paparan dari total cadangan lapangan minyak tersebut masih 5 TCF pada tahun 2017. Menurut dia, apa yang dikatakan pemerintah tidak lebih dari pernyataan yang memihak kepentingan asing.

"Padahal sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 disebutkan `Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat`. Maka, sudah semestinya sumber daya alam yang terdapat dari Sabang sampai Merauke dikuasai oleh negara dan diperuntukkan kemanfaatannya untuk kemakmuran rakyat," kata Arie.

Ironisnya, kata dia, Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah justru pengelolaannya lebih banyak dikuasai oleh pihak asing. Ia mengatakan bahwa penguasaan pada sektor migas yang dikelola oleh anak bangsa melalui Pertamina hanya sebesar 15 persen, selebihnya dikelola dan dikuasai oleh pihak asing.

Menurut dia, kondisi tersebut sangat memrihatinkan karena menjadikan Indonesia sebagai negara yang lemah akan ketahanan energinya dan kedaulatan energi telah tergadaikan oleh kapitalis asing. "Tidak terkecuali Blok Mahakam di Kalimantan Timur yang sejak 31 Maret 1967 dikelola perusahaan asal Prancis, yaitu Total E&P yang kontraknya akan berakhir pada 2017. Sementara hak partisipasi (participating interest-PI) Mahakam dimiliki Total dan Inpex Corporation, masing-masing 50 persen," katanya.

Ia mengatakan, sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50 persen (13,5 TCF) cadangan di Blok Mahakam telah dieksploitasi dan menghasilkan pendapatan kotor sekitar 100 miliar dolar Amerika, sementara cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 TCF. Dengan harga gas yang terus naik, kata dia, berpotensi menghasilkan pendapatan kotor lebih dari 187 miliar dolar Amerika. "Jika Blok Mahakam ini dikelola oleh negara, pendapatan tersebut sangat bermanfaat bagi kepentingan negara," katanya.

Lebih lanjut, Arie mengatakan, hingga 2011 Blok Mahakam telah menghasilkan gas sebanyak 2.200 MMSCFD (Million Metric Standard Cubic Feet per Day) dan minyak 93 ribu barel per hari. Menurut dia, blok ini diperkirakan masih memiliki cadangan gas sekitar 12,7 TCF. Akan tetapi, kata dia, saat ini pemerintah cenderung kembali menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam kepada pihak asing.

"Oleh karena itu, bebaskan negeri ini dari penjajahan migas oleh asing dan antek-anteknya, kembalikan kedaulatan energi nasional ke tangan anak bangsa. Berikan kesempatan kepada perusahaan di negeri ini untuk mengelola migas yang ada sebagai `National Oil Company (NOC)` di negerinya sendiri," katanya.

Terkait dengan hal itu, Arie mengatakan bahwa SPP PWK menyatakan sikap untuk meminta pemerintah agar segera memutus kontrak Blok Mahakam dengan Total E&P dan Inpex Corporation melalui penerbitan peraturan pemerintah atau keputusan menteri secara terbuka.

Selain itu, SPP PWK meminta pemerintah menunjuk dan mendukung penuh Pertamina sebagai BUMN untuk mengelola dan menjadi operator Blok Mahakam sejak April 2017, membebaskan keputusan kontrak Blok Mahakam dari perburuan rente dan upaya meraih dukungan politik dan logistik guna memenangkan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014.

SPP PWK juga meminta pemerintah mengikis habis pejabat-pejabat yang menjadi kaki tangan asing dengan berbagai cara di antaranya dengan sengaja atau tidak sengaja, secara langsung atau tidak langsung memanipulasi informasi, melakukan kebohongan publik, melecehkan kemampuan sumber daya manusia bangsa sendiri dan BUMN khususnya Pertamina, serta merendahkan martabat bangsa.

SPP PWK mendorong dan mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi untuk terlibat aktif mengawasi proses penyelesaian status kontrak Blok Mahakam secara menyeluruh serta kontrak-kontrak sumber daya alam lainnya. "Jika hal tersebut tidak segera dilaksanakan, maka pekerja Pertamina Refinery Unit IV Cilacap akan melakukan mogok kerja sesuai instruksi FSPPB," kata Arie.

Kendati demikian, dia mengatakan, aksi mogok nasional tersebut tidak akan menyakiti masyarakat. Dalam hal ini, kata dia, aksi mogok tersebut tidak akan berlangsung satu hari penuh. "Misalnya, kapal berhenti berlayar selama dua jam saja atau pekerja tidak bekerja selama dua jam saja juga bisa melumpuhkan aktivitas. Kami tidak akan menyakiti masyarakat," kata dia menegaskan.

Terkait hampir habisnya masa kepemimpinan Karen Agustiawan sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero pada Maret 2013, dia mengharapkan, komposisi direksi mendatang diisi oleh orang-orang yang berjiwa nasionalis sehingga perjuangan terhadap Blok Mahakam bisa segera terwujud.

Menurut dia, Karen Agustiawan merupakan sosok direktur utama yang selalu bersemangat menyatakan bahwa Pertamina mampu mengelola Blok Mahakam. "Kami tidak ingin setelah suksesi kepemimpinan nanti, komposisi direksi diisi oleh orang-orang yang cenderung menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam kepada pihak asing. Kami ingin komposisi direksi diisi oleh orang-orang berjiwa `Merah-Putih` yang mau memperjuangkan Blok Mahakam," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, FSPPB akan melakukan gerakan pada tanggal 26--27 Februari di Jakarta atau sebelum pelaksanaan Rapat Umum Pemengang Saham (RUPS) Pertamina guna memperjuangkan Blok Mahakam. "Setelah Blok Mahakam berhasil diperjuangkan, masih ada blok-blok lain yang akan kami perjuangkan mati-matian," katanya.

Sementara itu, Ketua Bidang Media FSPPB Eko Harnanto mengatakan, saat ini, 17 serikat pekerja Pertamina di bawah FSPPB terus melakukan konsolidasi terkait dengan rencana mogok nasional. Menurut dia, masalah Blok Mahakam ini telah diperjuangkan oleh FSPPB sejak 2003. "Bahkan pada September 2012, kami juga telah menandatangani Petisi Blok Mahakam," katanya menegaskan. (K-4/EIO)

0 komentar:

Posting Komentar