About

Information

Selasa, 12 Februari 2013

Internasional, Selasa 12 Februari 2013

Selasa, 12 Februari 2013 - 10:04:08 WIB
Mengenal Paus Benediktus XVI
Diposting oleh : Administrator 


Komhukum (Kota Vatikan) - Paus Benediktus XVI terpilih sebagai pemimpin umat Katolik sedunia pada bulan April 2005, setelah meninggalnya Paus Yohanes Paulus II. Saat itu usianya 78 tahun dan menjadikannya sebagai salah satu Paus tertua dalam sejarah ketika dipilih.

Seorang profesor yang mahir bermain piano, Kardinal Joseph Ratzinger sudah ingin pensiun ketika Paus Yohanes Paulus II meninggal pada tahun 2005. Dia mengatakan tak pernah ingin menjadi Paus.

Sebelum naik ke tahta kepausan, dia telah menjadi tokoh penting di Vatikan selama 24 tahun, memimpin apa yang disebut the Congregation for the Doctrine of the Faith. Joseph Ratzinger lahir di lingkungan keluarga petani di kawasan Bavaria, Jerman, pada tahun 1927, namun ayahnya adalah seorang polisi.

Dia menguasai banyak bahasa dunia dan sangat menyukai musik gubahan Mozart dan Beethoven. Ketika berumur 14 tahun, dia bergabung dengan pasukan remaja Hitler, sebagaimana kewajiban bagi semua anak muda Jerman pada waktu itu.

Dia pernah menuturkan bahwa kebrutalan dan kekejaman Nazi telah membantu mendorong perjalanannya ke dunia kependetaan. Ketika Perang Dunia Kedua meletus, masa belajarnya di seminari Traunstein terganggu karena dia harus mengikuti wajib militer.

Dia melakukan desersi dari ketentaraan Jerman menjelang berakhirnya PD II dan sempat ditahan sebagai tawanan perang oleh pasukan sekutu pada tahun 1945. Ratzinger mengajar di Universitas Bonn sejak tahun 1959 dan pada tahun 1966 mulai mengajar teologi dogmatik di Universitas Tuebingen.

Dia merasa tak senang dengan maraknya Marxisme di kalangan para mahasiswanya. Dalam pandangannya, agama telah direndahkan di bawah ideologi politik yang dianggapnya bersifat 'tirani, brutal dan jahat.'

Di kemudian hari dia menjadi pendukung penting dalam melawan teologi kebebasan, gerakan yang melibatkan Gereja dalam aktivisme sosial, yang menurut dia tak banyak beda dengan Marxisme. Pada tahun 1977 dia diangkat menjadi Kardinal dan Uskup Agung Muenchen oleh Paus Paulus VI.

Dia memiliki reputasi sebagai penganut teologi konservatif, yang berpendirian keras terhadap homoseksualitas, pengangkatan pendeta wanita dan kontrasepsi. Dia mendukung penegakan hak asasi manusia, perlindungan lingkungan alam dan perlawanan terhadap kemiskinan dan ketidakadilan.

Tema utama kepausannya adalah pembelaan terhadap nilai-nilai dasar Kristiani dalam menghadapi apa yang dipandangnya sebagai kemerosotan moral di sebagian besar kawasan Eropa. Oleh mereka yang mengenalnya, Paus Benediktus digambarkan sebagai orang yang lemah lembut dan bermoral kuat.

Bahkan ada seorang kardinal yang menyebutnya 'pemalu tetapi keras kepala.' Masa kepemimpinan Paus Benediktus XVI diwarnai dengan badai yang menghantam Gereja Katolik. Berbagai tuduhan, kasus hukum dan laporan tentang pencabulan anak mencapai puncaknya pada tahun 2009 dan 2010.

Sementara beberapa tokoh senior di Vatikan pada awalnya menanggapi dengan menyerang media atau menuduh adanya persekongkolan anti-Katolik, Paus Benediktus berkeras bahwa Gereja menerima tanggungjawabnya, seraya merujuk apa yang disebutnya 'dosa di dalam Gereja.'

Tak lama sebelum terpilih sebagai Paus pada tahun 2005, dia pernah mengeluh, "Betapa banyaknya kekotoran di Gereja, dan bahkan di kalangan mereka....yang menjadi pendeta."

Dia telah bertemu dengan para korban dan meminta maaf kepada mereka, dan menegaskan bahwa para uskup harus melaporkan bila terjadi pelecehan. Dia juga memperkenalkan aturan baru yang mempercepat pemecatan para pendeta yang diketahui melakukan pelecehan.

Lemah administrasi
Kardinal Cormac Murphy O'Connor, mantan kepala Gereja Anglikan di England dan Wales, menyebut Paus Benediktus sangat sopan dan memiliki banyak bakat, tetapi tidak dalam urusan administrasi.

Suatu kejadian memalukan berkaitan dengan pembocoran dokumen dari kantornya belum lama ini mengungkap korupsi dan mismanagemen di dalam Vatikan. Peristiwa ini telah membuat salah satu pembantu dekatnya dihukum. Peristiwa ini menimbulkan kesan bahwa suatu pertarungan kekuatan terjadi di kepausan.

Cara Paus dalam menangani skandal pencabulan anak-anak di lingkungan gereja juga telah mendapat kecaman pedas dari kalangan pers sekuler. Namun, para pendukungnya berpendapat bahwa Benediktus XVI juga berusaha menjalin hubungan antar-kepercayaan. Dia berkunjung ke Masjid Agung di Istanbul, dia berkunjung ke Kubah Batu di Jerusalem dan berdoa bagi kedamaian di Tembok Ratapan.

Paus Benediktus yakin bahwa kekuatan Gereja Katolik datang dari kebenaran absolut yang tidak tergoyahkan oleh angin. Pendekatan ini mengecewakan bagi mereka yang menginginkan agar Gereja mengalami modernisasi. Sebagian orang putus asa terhadap kekerasan pendirian Paus soal keharusan berselibat bagi pemimpin Katolik dan pendiriannya soal kondom.

Namun bagi para pendukungnya, ketegasannya itulah yang menjadikannya orang yang tepat dalam memimpin Gereja Katolik pada masa-masa sulit ini. (K-4/Sumber: BBC)

0 komentar:

Posting Komentar