About

Information

Rabu, 13 Februari 2013

Nasional ( Korupsi ), Rabu 13 Februari 2013

Rabu, 13 Februari 2013 - 15:40:01 WIB
Terkait Blok Mahakam, KPK Didesak Periksa Jero Wacik
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Korupsi 


Komhukum (Jakarta) - Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi didatang oleh beberapa penggiat masalah pertambangan untuk melaporkan keberpihakan Menteri ESDM Jero Wacik, Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan Wakil Menteri ESDM Susilo Wiroutomo.

Para aktivis pertambangan yang dikomandoi oleh Marwan Batubara, Hatta Taliwang  dari Indonesia Resources Studies (Iress) juga hadir pakar dan pengamat Sumber daya energi DR Kurtubi.

"Sebenarnya permintaan pemeriksaan dan pengusutan ini sejalan dengan MoU antara BP Migas dan KPK yang telah ditandatangani di gedung KPK pada tanggal 14 November 2011 lalu. Oleh sebab itu, memperhatikan sikap dan pernyataan ketiga pejabat tersebut terkait perpanjangan kontrak Blok Mahakam kepada dua perusahaan raksasa pertambangan asing yaitu Total (Perancis) dan Inpex (Jepang)," kata Marwan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/02).

Menurut Marwan, sesuai dengan UU, Blok Mahakam yang sangat kaya akan gas alam cair dan minyak bumi dan material pertambangan lainnya diserahkan pengelolaannya kepada BUMN, dalam hal ini Pertamina. Akan tetapi menurut ketiga pejabat di atas Pertamina dianggap tidak mampu mengelola Blok Mahakam dari segi pendanaan dan teknologinya.

"Guna menegakkan harga diri bangsa Indonesia, dan mencegah terjadinya KKN yang merugikan negara, kami meminta KPK segera menyelidiki dan memeriksa Menteri ESDM Jero Wacik, Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan Wakil Menteri ESDM Susilo Wiroutomo, " kata Marwan.

Sementara itu pengamat energi DR Kurtubi menegaskan, perpanjangan kontrak yang diberikan pemerintah kepada Total dan Inpex hingga tahun 2017 bernilai ekonomis dari gas alam sebesar US$121,2 miliar dari lifting minyak buminya yang diperkirakan memiliki cadangan 192 juta barrel dengan nilai asumsi berdasarkan nilai ekonomis sebesar US$ 18,24 miliar.

"Bayangkan jumlah yang melebihi Rp. 1.000 triliun tersebut harus terbang ke perusahaan asing," tandas Kurtubi. (K-2/Achiel)

0 komentar:

Posting Komentar