About

Information

Selasa, 26 Maret 2013

Kasus Cebongan Bukti Rasa Frustasi Aparat

Selasa, 26 Maret 2013 - 09:51:47 WIB
Kasus Cebongan Bukti Rasa Frustasi Aparat
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Kriminal 


Komhukum (Jakarta) - Pengamat militer Universitas Indonesia Andi Widjajanto menilai ada permasalahan mendasar dalam sejumlah kejadian penyerbuan yang dilakukan oleh militer. Peristiwa penyerbuan Mapolres Ogan Komering Ulu dan kemudian penyerangan Lapas Cebongan, Sleman yang diduga dilakukan oleh anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dianggap sebagai perwujudan masalah itu.

“Jika diasumsikan (penyerangan LP Cebongan) oleh militer, berarti ada rasa frustasi yang tidak bisa disalurkan anggota TNI,” ujar Andi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (26/03). Selain itu, Andi juga menilai ada kendali komando yang patah dalam jajaran TNI. Bahkan ada loyalitas yang salah tempat. 

Menurut Andi, penggunaan senjata oleh anggota TNI dilakukan dengan ketat. Selain harus terus menerus diperiksa, anggota TNI yang memegang senjata api wajib menjalani psikotes berkali-kali. 

Seperti di ketahui, belasan orang menyerbu Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, pada Sabtu, 23 Maret 2013. Mereka menembak hingga tewas para tersangka penganiayaan anggota Kopassus, Sersan Satu Santoso, hingga tewas di Hugo's Cafe, Jalan Adisutjipto Km 8,5 Maguwoharjo, Sleman, pada Selasa, 19 Maret 2013.

Keempat tersangka pembunuh tentara itu adalah Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, 31 tahun, Yohanes Juan Manbait (38), Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33). Mereka tewas tertembak dengan puluhan peluru di tubuhnya. Pelaku diduga berasal dari Kopassus. Namun pihak TNI telah menyatakan membantah anggotanya terlibat.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Letnan Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengklaim tidak ada bukti yang jelas dan cukup mengenai keterlibatan anggota TNI dalam penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Hal ini, menjadi alasan TNI belum mau menduga-duga anggotanya turut dalam pembunuhan empat tersangka penusuk anggota Kopassus Sersan Satu Santoso.

Pramono menyatakan, kasus LP Sleman berbeda dengan penyerangan Markas Kepolisian Resor Ogan Komering Ulu (OKU) yang cepat ditanggapi dan diproses TNI. Menurut dia, dalam penyerangan dan pembakaran Mapolres OKU, secara jelas terlihat dan ada bukti kuat anak buahnya terlibat serta menjadi pelaku. "Di OKU, saya kirimkan langsung tim investigasi karena memang terlihat anak buah saya," kata Pramono

Sedangkan pada kasus LP Sleman, menurut dia, TNI tidak mengetahui karena tidak ada saksi dan bukti rekaman yang jelas. Selain saksi dari sipir penjara dan tahanan lain, saksi kuat yaitu korban dinyatakan meninggal semua sehingga tidak dapat memberikan petunjuk.

Demikian pula soal dugaan senjata, Pramono enggan memberikan pendapat bahwa senjata pelaku memang pernah digunakan pasukan TNI. Kepolisian Daerah Yogyakarta sebelumnya sudah merilis bahwa senjata yang digunakan adalah senjata api dengan peluru kaliber 7,62 milimeter. Kepastian ini didapat berdasarkan 31 selongsong peluru di tempat kejadian. "Saya tidak boleh mendahului, nanti jadi tuduhan, dong," ujarnya. (K-4/Roy)

0 komentar:

Posting Komentar