About

Information

Selasa, 08 Januari 2013

Nasional ( Korupsi ), Selasa 08 Januari 2013

Selasa, 08 Januari 2013 - 16:33:26 WIB
KPK: Gratifikasi Seks Belum Diberlakukan
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Korupsi 



Komhukum (Jakarta) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum berani memberlakukan gratifikasi yang bukan berbentuk barang, seperti suap dalam bentuk seks sebagai tindak pidana gratifikasi.

"Masalahnya yang diatur adalah yang punya batasan rupiahnya walau menurut rekomendasi aturan internasional, pasal gratifikasi harus lebih disempurnakan jadi ke depan kami akan membuat detailnya sehingga lebih mudah dipahami," kata kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa (8/01).

KPK beralasan gratifikasi sudah diatur dalam Pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.

Bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp. 200 juta dan paling banyak Rp. 1 miliar.

Sedangkan Direktur Gratifikasi Giri Supradiono mengatakan, suap dalam bentuk pemberian kesenangan berupa seks termasuk tindakan gratifikasi.

"Kalau orang itu disuap dalam bentuk kesenangan termasuk gratifikasi, memang pembuktiannya tidak mudah tapi ini menjadi 'case building' karena harus dibuktikan. Kami belajar dari Singapura saat Kepala badan narkotikanya dituntut ke pengadilan karena menerima gratifikasi dalam bentuk perempuan," kata Giri.

Ditegaskan Giri, artinya dalam nilai berapa pun penerimaan terkait jabatan dan melawan kewajiban dan tugasnya tidak diperbolehkan dalam konteks uang terima kasih dan mempengaruhi keputusan. 

Sebelumnya kasus gratifikasi seks mencuat di Singapura. Mantan komandan Angkatan Pertahanan Sipil Singapura (SCDF), Peter Lim menerima imbalan jasa seks dari 3 wanita yang menjadi rekanannya. Otoritas Singapura mengkategorikan kasus ini sebagai gratifikasi. Semasa menjabat, Lim mendapatkan pelayanan seks dari wanita-wanita tersebut sebagai imbalan atas kontrak proyek teknologi informasi yang didapatkan oleh perusahaan wanita-wanita tersebut.

Kemudian pria berusia 51 tahun ini ditangkap oleh Biro Investigasi Korupsi Singapura pada bulan Januari tahun lalu. Kemudian pada Februari lalu, Lim diberhentikan dari jabatannya.

Otoritas Singapura telah berhasil mengidentifikasi ketiga wanita yang terlibat kasus ini. Ketiganya diketahui memegang posisi penting di perusahaan masing-masing. Mereka adalah Pang Chor Mui selaku General Manager Nimrod Engineering, Lee Wei Hoon selaku Direktur Singapore Radiation Centre, dan Esther Goh selaku Direktur Pengembangan Bisnis NCS Private Limited. (K-2/yan)


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selasa, 08 Januari 2013 - 16:13:37 WIB
Politisi Demokrat Laporkan Gratifikasi Rp. 700 Juta
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Korupsi 



Komhukum (Jakarta) - Anggota DPR  dari Fraksi Partai Demokrat melaporkan penerimaan gratifikasi yang mencapai Rp. 700 juta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"KPK memberikan penghargaan kepada pegawai negeri sipil yang memberikan laporan gratifikasi dengan nilai terbesar yaitu Rp. 700 juta," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa (8/01).

Juru Bicara KPK Johan Budi yang juga hadir dalam acara tersebut mengatakan bahwa orang yang melaporkan itu adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat.

"Penyelanggara negara yang tidak berkenan hadir itu menerima Rp. 700 juta, diserahkan ke KPK dan dinyatakan menjadi milik negara, dia adalah anggota DPR Fraksi Partai Demokrat tapi saya tidak tahu komisi berapa," kata Johan.

Selain memberikan penghargaan kepada anggota DPR, KPK juga memberikan penghargaan kepada empat pihak lain terkait pelaporan gratifikasi.

"Pertama adalah penghargaan untuk kementerian dengan laporan terbanyak yaitu Kementerian Keuangan dengan jumlah 15 laporan yang diberikan kepada Kepala Biro SDM Kementerian Keuangan Anis Basalamah," ungkap Adnan.

Penghargaan kedua dalam kategori laporan penetapan milik negara dari BUMN terbanyak yang diberikan kepada Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) yaitu sebanyak 36 laporan yang diserahkan kepada Direktur Kepatuhan Bank BJB Zainal Arifin.

"Ketiga kategori penghargaan untuk PNS dengan laporan terbanyak yaitu kepada Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data Informasi (P3DI) DPR sebanyak 6 laporan yang diberikan kepada Ibu Yuni dari Sekretariat Jenderal DPR," jelas Adnan.

Terakhir penghargaan dengan nilai gratifikasi terkecil kepada pegawai BJB Cabang Pangandaran sebesar Rp. 47 ribu. Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.

Bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp. 200 juta dan paling banyak Rp. 1 miliar. (K-2/yan)


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selasa, 08 Januari 2013 - 12:11:15 WIB
Ketua Komisi III DPR RI Diperiksa KPK
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Korupsi



Komhukum (Jakarta) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI I Gede Pasek Suardika sebagai saksi terkait penyidikan proyek Hambalang, Selasa (8/1).

Pasek dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai mantan anggota Komisi X DPR yang bermitra dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Diperiksa sebagai saksi untuk kasus Hambalang," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Menurut Priharsa, Pasek diperiksa sebagai saksi untuk dua tersangka kasus Hambalang, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Dia dianggap tahu seputar proyek Hambalang tersebut.

Adapun Pasek tiba di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta sekitar pukul 09.10 WIB. Salah satu Ketua DPP Partai Demokrat itu tampak mengenakan kemeja biru yang dipadu dengan jaket kulit. Kepada wartawan, Pasek enggan mengaku akan diperiksa KPK. Dia hanya mengatakan ingin membantu KPK membongkar kasus Hambalang. "Membantu KPK bongkar Hambalang," ujar politisi Partai Demokrat itu singkat.

Ketika dicecar pertanyaan apakah dia datang ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi Hambalang, Pasek enggan menjawab tegas. Para wartawan pun kembali bertanya sebagai saksi untuk siapa dia diperiksa, apakah untuk tersangka Deddy Kusdinar atau Andi Mallarangeng? Pasek menjawab, "Semuanya," kemudian langsung masuk ke dalam Gedung KPK.

Dalam kasus Hambalang, KPK menetapkan dua tersangka, yakni Andi dan Deddy. Keduanya diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain namun justru merugikan keuangan negara. Selain Pasek, hari ini KPK memeriksa dua saksi lainnya, yakni Direktur CV Rifa Medika Lisa Lukitawati Isa, dan staf PT. Biro Insinyur Eksakta Sonny Anjangsono. (K-4/Achiel)


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selasa, 08 Januari 2013 - 12:07:44 WIB
Bambang Widjojanto: Yusril Saksi Ahli atau Lawyer?
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Korupsi 



Komhukum (Jakarta) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersoalkan kesaksian ahli Yusril Ihza Mahendra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dalam persidangan dengan terdakwa Siti Hartati Murdaya, Senin (7/1). Yusril menjadi saksi ahli yang meringankan untuk terdakwa Siti Hartati Murdaya.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mempersoalkan kapasitas Yusril sebagai saksi ahli, sebab di sisi lain dia juga merangkap pengacara. "Yusril ini sebenarnya apa, saksi ahli atau lawyer?" ujar Bambang.

Menurut Bambang, sangat sulit membedakan seorang sebagai ahli hukum yang pendapatnya diperlukan di satu sisi, dengan seorang pengacara yang membela terdakwa di persidangan pada sisi lainnya. Yusril tercatat juga menjadi pengacara untuk terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, saat dia mendampingi Wa Ode Nurhayati. 

Wa Ode didakwa dalam kasus korupsi dana penyesuaian infrastruktur daerah. Yusril juga tercatat sebagai pengacara untuk tersangka kasus korupsi Al Quran, Zulkarnain Djabar. Seperti halnya kasus Wa Ode, kasus korupsi yang membelit Zulkarnain juga ditangani oleh KPK.

Menurut Bambang, kalau pun Yusril mengaku sebagai pakar hukum tata negara, itu pun patut dipertanyakan. "Disertasi doktoralnya kalau enggak salah 'kan tentang politik Islam," kata Bambang.

Sebagai saksi ahli dalam persidangan Hartati, Yusril menyebutkan bahwa pemberian sumbangan untuk Bupati Buol Amran Batalipu yang tengah mencalonkan diri kembali menjadi bupati bukanlah tindak pidana. Amran, menurut Yusril, dalam posisi cuti sehingga dia bukan pejabat negara.

Dengan demikian Amran juga tidak bisa mengeluarkan kebijakan publik terkait dugaan suap untuk hak guna usaha perkebunan di Buol seluas 4.500 hektar karena sedang cuti mengikuti pilkada. Pendapat Yusril tentu berbeda dengan dakwaan KPK yang menyebutkan, Hartati berperan, ikut bersama-sama menyuap Amran agar perusahaan perkebunannya mendapatkan hak guna usaha. (K-4/Achiel)

0 komentar:

Posting Komentar