About

Information

Rabu, 27 Maret 2013

Catatan Tentang Sang "Wakil Tuhan" Terjerat Korupsi

Rabu, 27 Maret 2013 - 11:54:35 WIB
Catatan Tentang Sang "Wakil Tuhan" Terjerat Korupsi
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Korupsi 


Komhukum (Jakarta) - Dengan penjagaan ketat petugas keamanan Komisi Pemberantasan Korupsi, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tejocahyono memasuki gedung lembaga yang digawangi Abraham Samad tersebut pada hari Jumat (22/3) pukul 17.55 WIB.

Namun puluhan wartawan yang sudah menunggu Setyabudi membuat sempit ruang geraknya, bahkan kacamata yang digunakannya sempat beberapa kali merosot dari tempatnya. Pada saat itu Setyabudi mengenakan baju batik cokelat, dengan kawalan petugas keamanan dirinya berhasil masuk ke dalam gedung KPK setelah mendesak kerumunan wartawan.

Sebelumnya sekitar pukul 17.40 WIB seorang pria juga dibawa ke dalam gedung KPK, dan diketahui bernama Asep Triana. Keduanya pada pukul 14.15 WIB berhasil ditangkap di ruang kerja Setyabudi di Pengadilan Negeri Bandung dengan barang bukti uang senilai Rp. 150 juta yang dibungkus dengan koran.

KPK telah menyita uang senilai Rp. 150 juta tersebut dan mobil dengan nomor polisi D 1605 IF milik Asep yang diparkir di seberang PN Bandung yang juga memuat uang Rp. 350 juta.

Uang senilai Rp. 150 juta tersebut diduga sebagai tanda "terima kasih" kepada sang hakim karena telah meringankan hukuman para terdakwa kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial Kota Bandung tahun 2009-2010 dengan total anggaran yang disalahgunakan senilai Rp. 66,5 miliar.

Asep ternyata bukan "pemain utama" dalam kasus dugaan suap ini. Menurut pengakuan Asep, dirinya merupakan orang suruhan Toto Hutagalung untuk memberikan suap kepada Setyabudi.

KPK juga masih mengembangkan kasus tersebut dengan mengejar dugaan keterlibatan pihak lain pemberi suap, salah satunya dugaan keterlibatan Toto Hutagalung. Toto diduga merupakan orang dekat Walikota Bandung Dada Rosada yang memberikan suap kepada hakim Setyabudi.

Dalam kaitan ini KPK juga telah mencegah ke luar negeri Walikota Bandung Dada Rosada selama enam bulan sejak tanggal 23 Maret 2013.

Hakim ST yang diduga menerima suap dikenakan pasal 12 hurud a atau b atau 9 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999. Sedangkan H, A, dan T sebagai pemberi suap disangkakan Pasal 6 ayat 1, atau Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 11. Setyabudi ditahan di rumah tahanan KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya.

Penggeledahan ruangan hakim KPK terus mengembangkan kasus tersebut dengan mencari bukti-bukti baru untuk menjerat para tersangka dan menemukan dugaan keterlibatan pihak lain.

Hakim penerima suap Kasus hakim Setyabudi bukan merupakan yang pertama dalam dunia peradilan di Indonesia. Contohnya pada pertengahan 2012 KPK menangkap sejumlah hakim karena menerima suap dari pihak yang berperkara. Mereka adalah hakim adhoc pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung Kartini Marpaung dan hakim ad hoc pengadilan Tipikor Pontianak Heru Kusbandono di Semarang, serta Sri Dartuti yang menjadi penghubung antara hakim dengan orang yang berperkara dan kasusnya sedang ditangani Kartini dengan barang bukti uang Rp. 150 juta.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepada hakim adhoc (nonaktif) Pengadilan Tipikor Pontianak, Heru Kusbandono.

Heru terbukti terlibat dalam kasus suap hakim Kartini Marpaung untuk mengatur vonis dalam perkara kasus korupsi bekas Ketua DPRD Grobogan Muhamad Yaeni. Selain penjara, Heru juga dijatuhi hukuman membayar denda sebesar Rp. 200 juta subsider empat bulan penjara.

Selain itu, ada hakim Syarifudin yang menjadi hakim pengawasan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang ditangkap pada 2 Juni 2011 di kediamanannya di daerah Sunter Jakarta Utara. Dia ditangkap setelah menerima sejumlah uang dari Puguh Wiryawan dari PT. Skycamping Indonesia senilai Rp. 250 juta.

KPK juga pernah menangkap hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Bandung, Imas Dianasari. Dia divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Senin 30 Januari 2012.

Majelis menyatakan Imas terbukti menerima uang suap senilai Rp.352 juta dari kuasa hukum PT. Onamba Indonesia dan mencoba menyogok hakim Mahkamah Agung Rp.200 juta tentang putusan perkara industrial PT. Onamba.

"Wakil Tuhan" Asep Iwan Iriawan yang merupakan mantan hakim mengatakan penyuapan hakim merupakan cermin masih lemahnya moral seorang hakim.

Menurutnya, seorang hakim harus memiliki kesadaran bahwa dirinya merupakan "wakil Tuhan" yang mengemban amanah menegakkan kebenaran. Prinsip itu menurut Asep harus dijunjung tinggi oleh para hakim sehingga kasus penyuapan ini tidak terjadi lagi.

"Ya kalau mau kaya jangan jadi hakim tapi jadi pengusaha. Gaji hakim sekarang Rp. 40 juta, hakim melangkah saja tanpa keringat sudah dapat uang," ujarnya.

Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshari Saleh mengatakan perlu langkah jangka pendek dan jangka panjang untuk memperbaiki institusi peradilan dan hakim. Untuk jangka pendek, dia menyarankan adanya pemetaan hakim dengan latar belakang yang dimiliki masing-masing.

Langkah itu menurut dia agar hakim yang bermasalah tidak menangani perkara tindak pidana korupsi dan narkoba.

"Sehingga jangan sampai karena orang yang punya 'track record' (rekam jejak,red) buruk dikasih kasus tindak pidana korupsi, nanti bisa berpotensi untuk disalahgunakan," ujarnya.

Imam juga mengatakan untuk jangka panjang rekrutmen hakim harus bersih dari unsur suap dan kolusi-nepotisme. Karena menurut dia sampai saat ini masih ada laporan terkait praktek tersebut.

Tentu sikap dan integritas hakim sebagai "wakil Tuhan" dibutuhkan masyarakat untuk memutuskan bahwa yang benar itu benar dan yang salah adalah salah. (K-5/el)

0 komentar:

Posting Komentar